Senin, 02 Juli 2012

Lukisan Pagi ( Dieng Culture Festival )




Entah gimana prosesnya, dua lembar selimut melilit seluruh tubuh, kedua kaki saling menyilang satu dengan yang lain dan . . . kedua tangan masuk kedalam celana, bukan kantong, tapi ke dalam celana, bukan saru, sekedar agar hangat saja, hehehe.

Buset dah, ternyata suhu di Dieng kalau subuh lebih rrr (baca: rerrr) dari pada malam ya! Jam tiga pagi saya sudah bangun, lebih tepatnya terpaksa bangun, awalnya memang malas sekali untuk beranjak dari kasur, ngeluarin badan dari selimut, apalagi ngeluarin tangan dari dalam celana, berat banget rasanya tapi, tekad udah terlanjur menggebu, semangat membara seakan mengalahkan dinginnya pagi itu, dan sepenggal lirik lagu Mr. Tambourine Man pun berkumandang : 


Take me on a trip upon your magic swirlin' ship
My senses have been stripped, my hands can't feel to grip
My toes too numb to step, wait only for my boot heels
To be wanderin'
I'm ready to go anywhere, I'm ready for to fade
Into my own parade, cast you dancing spell my way
I promise to go under it.


Ini kedua kalinya saya ke Dieng, dan khusus untuk kali ini saya ingin sekali melihat sunrise ala Dieng, sekaligus menyaksikan acara budaya tahunan Dieng Culture Festival. Kurang lebih delapan kilometer jarak yang harus ditempuh dari penginapan saya di 'Gunung Mas' menuju bukit Sikunir di desa Sembungan. Kata mereka yang mengetahui, desa Sembungan adalah desa tertinggi di pula Jawa lho. Oh yaa? Ehmm, entahlah! yang pasti desa ini memang berada di dataran yang jauh lebih tinggi dari tempat saya menginap, dan tak jarang desa ini kejatuhan hujan es, yang membuat tanaman kentang mati seketika.

Setibanya di desa Sembungan, puluhan mobil dan motor juga sudah banyak yang berdatangan, kendaraan tersebut di parkir di sebuah tanah lapang dekat dengan telaga Cebong. Dari tanah lapang itulah saya harus berjalan sekitar tiga puluh menit menuju puncak bukit Sikunir.


Telaga Cebong, Desa Sembungan


5.30 waktu Indonesia bagian Dieng. Cakrawala mulai mengguratkan sinar berwarna emas kekuningan, matahari pun mulai keluar dari peraduannya, dia nampak malu-malu, kemunculannya begitu perlahan namun pasti, membuat mereka yang menanti di ketinggian 2.300 mdpl menjadi penasaran campur gregetan. Luar biasa sekali dia memaikan rasa, apalagi ketika dia mulai menampakkan diri sepenuhnya, sempurna!


Pandai Memainkan Rasa


Selain sunrise, dari bukit Sikunir saya juga dapat melihat dengan jelas deretan bukit nan hijau, hamparan sawah, pedesaan, dan kemegahan Gunung Sindoro, Gunung Merapi, serta Gunung Merbabu. Sungguh tak terbantahkan keindahannya.


ini Sindoro, itu Merapi, yang disana Merbabu



Bukan rambut Gimbal, melainkan rambut Gembel ;


''Karena waktu kecil sering sakit mereka jarang di mandiin, akibatnya rambut mereka mejadi seperti itu, ya kayak gembel, makanya disebut rambut gembel.'' Kata seorang ibu asli Dieng kepada saya.


Enam anak berambut gembel itu mengikuti kirab terlebih dahulu dari rumah pemangku adat menuju komplek Darmasala ( Candi Arjuna ). Sesajen, berbagai macam hasil bumi dan permintaan anak-anak rambut gembel sudah di letakkan di pelataran candi, disusul keenam anak rambut gembel dengan di gendong oleh orang tuanya.

Wajah mereka terlihat tak bereskpresi, polos, raut wajah khas anak kecil. Mungkin antara belum menyadari bahwa merekalah bagian dari sebuah kebudayaan atau, karena mereka sudah mendapat apa yang mereka minta. Ya! Sebelumnya anak-anak tersebut akan meminta beberapa keinginan, permintaan itu harus dipenuhi oleh orang tua atau kerabatnya, jika belum dipenuhi maka ruwatan rambut gembel ini tidak dapat dilaksanakan.


''Kalau kemauannya nggak dipenuhi, tapi tetap dipotong, nanti anaknya akan sakit lagi dan rambut gembelnya akan tumbuh kembali.'' Tambah ibu itu.


Waduh, nggak kebayang kalau anak-anak rambut gembel meminta yang aneh-aneh seperti mobil atau rumah mungkin. Untunglah mereka nggak ada yang meminta seperti itu, paling mahal cuma sapi saja. Ini nih permintaan keenam anak rambut gembel : satu ekor sapi, satu ekor kambing + satu mangkok bakso, satu ekor ayam jago, anting-anting emas, uang 100.000 rupiah + 1.000 rupiah, daaannn taraa . . . biskuit milkuat dan milkita juga ada lho.

Eh, untungnya orang tua dari anak rambut gembel ini bukan korban iklan ya, hehehe.

''Aku beri kamu satu permintaan nak ?''

''Aku mau kambing + satu mangkok bakso buk.''

''Wani piro ?!''

Tetttooottt !!! * Minum Purwaceng !!! *



Ruwat Rambut Gembel - Dieng Culture Festival 2012


Klik :  3.30 WIB




1 komentar:

  1. Wow!! Very nice blog and effective information and nice design. My blog is about the trekking in Nepal.
    Trekking in Nepal-Wonderful Himalayan Nepal hills, lush green alpine scenery with the white snow calm Himalayan ranges have a infinite trekking and tour potentiality.

    trekking in Nepal

    manaslu trekking

    Kanchenjunga base camp trekking

    BalasHapus