Minggu, 02 Desember 2012

Tana Toraja : Negeri Orang Mati yang Hidup




27 Desember 2011
Dengan sedikit melompat saya turun dari mobil. Semalaman hujan mengguyur, sehingga sebagian jalan tergenang oleh air hujan, apalagi jalannya masih tanah, jadi solusi terbaik adalah berjalan tanpa alasan kaki.
Hari ini kami berkunjung ke rumah nenek untuk menghadiri kebaktian Natal dan pemberkatan Tongkonan atau yang biasa disebut dengan Rambu Tuka'. Oia, sudah tahu belum Tongkonan itu apa?
Tongkonan itu rumah adat khas Tana Toraja. Rumah ini berbentuk seperti rumah panggung, berpondasi kayu, dan atapnya berbahan bambu yang tersusun rapi membentuk seperti perahu.
Di dalam Tongkonan ini hanya terdiri dari ruang yang di fungsikan untuk menyambut tamu, ruang kamar tidur, dan terhubung langsung dengan ruang yang difungsikan sebagai dapur. Tepat di depan Tongkonan utama terdapat lima buah Tongkonan yang berfungsi sebagai tempat menyimpan padi.
Seperti Tongkonan pada umumnya, Tongkonan ini juga dihiasi oleh ukiran-ukiran pada bagian dindingnya dengan di dominasi warna merah dan hitam. Sedangkan di depannya tedapat tanduk kerbau dan lambang seekor ayam.
Nah, lambang-lambang yang menghiasi Tongkonan itu memiliki makna dan arti tersendiri lho.. Lambang seekor ayam mememiliki makna ketangguhan dalam menjalani kehidupan dan tanduk kerbau mengartikan berapa banyak upacara adat yang diselenggarakan oleh pihak keluarga, selain itu menjadi simbol tingkat sosial masyarakat Toraja.
Jika ke Toraja coba sempatkan untuk berkunjung ke Kete' Kesu. Di perumahan adat Toraja tersebut terdapat puluhan Tongkonan yang usianya sudah ratusan tahun. Disana kita akan melihat banyak sekali tanduk kerbau yang menghiasi bagian depan Tongkonan. Nggak kebayang udah berapa banyak upacara adat yang diadakan dan berapa ratus ekor kerbau yang sudah di sembelih!
Upacara adat kematian dan upacara syukur memang melekat dengan masyarakat Tana Toraja. Dan untuk mengadakan upacara tersebut tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Selesai mengikuti acara di rumah nenek, saya mendapat kabar kalau ada salah seorang anggota keluarga yang sudah meninggal namun belum di kuburkan. Karena penasaran saya pun bergegas munuju kesana.
Rumahnya tidak jauh dari rumah nenek, kira-kira hanya butuh sepuluh menit dengan berjalan kaki. Sesampainya disana saya disambut oleh puluhan anak kecil yang berhamburan keluar dari dalam rumah, buset dah ternyata saudara saya di kampung buanyak buanget!! Hahaha.
Saat masuk ke dalam rumah saya tidak henti-hentinya mengucap kata permisi dan memanjatkan doa. Gilak! Sudah kesekian kali saya ke Toraja. Tapi ini adalah kali pertama mendapat kesempatan melihat orang yang meninggal sudah enam bulan lalu, tapi belum dikubur sampai sekarang!
Perasaan khawatir mulai menyelimuti, tapi rasa penasaran jauh lebih dominan saat itu, dan seketika bau busuk terhirup oleh hidung! Ciat.. ciat.. ciat.. Dengan jelas saya melihat mayat berbaring di atas kasur! Berbusana serba hitam dan lengkap dengan pernak-perniknya. Wajahnya berwarna putih pucat, dan sekujur tubuhnya nampak sangat kaku. *Hiii, serem!
''Hoey nenek, ampomu datang dari Jogja'' Setelah tante saya mengucapkan kata itu, seketika bau busuk tak tercium lagi. Kata tante bau busuk itu sebagai tanda kalau orang yang telah meninggal menyambut baik kedatangan saya. Hmm.. entahlah.
Orang Toraja percaya, bahwa setiap orang pasti pernah berbuat baik di masa hidupnya, sehingga penghormatan berupa upacara adat kematian yang dikenal dengan nama Rambu solo' perlu diadakan. Itulah alasan nenek ini belum dikubur. Terlebih dahulu keluarga harus musyawarah dan mempersiapkannya dengan matang. Setelah upacara adat di selenggarakan, barulah mayat tersebut dikuburkan ke dalam rumah pemakaman yang disebut Pa Tani.




28 Desember 2011
Setelah kemarin mengikuti rangkain acara di rumah nenek dan berkesempatan melihat mayat yang belum dikubur, hari ini saya akan melihat langsung upacara adat kematiannya.
Dari sebuah informasi, ternyata di hari ini berlangsung empat upacara ada kematian di berbagai desa dengan rangkaian upacara yang berbeda pula. Artinya saya mempunyai kesempatan untuk melihat beberapa rangkaian upacara adat hanya dalam satu hari saja. How lucky i am!
Rangkaian upacara adat pertama yang saya lihat adalah Ma'pasilaga tedong atau adu kerbau. Ribuan orang berkumpul di sebuah lapangan dengan pagar bambu setinggi satu meter sebagai pagar pembatasnya. Di lapangan yang cukup luas inilah, satu demi satu kerabu di adu kekuatannya. Dua ekor kerbau akan saling bertabrakan, mengadu kepala, dan berusaha saling membanting dengan kedua tanduknya. Penonton pun sontak berteriak kegirangan sembari melompat-lompat ketika kerbau jagoannya berhasil memukul mundur lawannya.

Ketegangan tidak sampai disitu saja. Kerbau yang kalah biasanya akan ngacir tak tentu arah, saat seperti itulah suasana menjadi sangat heboh, ribuan orang berhamburan menghindari kerbau. Tak jarang ada yang terkena seruduk tanduk kerbau atau jatuh di parit. Serulah pokoknya!



Namun ada juga rangkaian upacara adat yang membuat rasa menjadi ngilu. Ketika saya melihat ratusan ekor kerbau dan babi disembelih secara kolosal oleh para penjagal.
Banyaknya kerbau dan babi yang sembilih ini tergantung dari strata sosial keluarga tersebut. Biasanya ada juga kerabat keluarga yang ikut menyumbangkan kerbau maupun babi dalam upacara adat ini. Dan luar biasanya, upacara adat ini bisa berlangsung hingga satu minggu lamanya dan menghabiskan dana hingga Milyaran rupiah!

Tidak salah jika Tana Toraja mendapat julukan sebagai negeri orang mati yang hidup. Tana Toraja memiliki kebudayaan yang syarat akan makna. Sebagian besar tempat wisatanya pun memamerkan cara pemakaman unik di masa lampau yang masih terjaga hingga sekarang. Belum lagi pemandangan alam pedesaan dan bukit-bukit hijau yang luar biasa indah. Tetaplah lestari Tana Toraja!




Lesson from the road:


  • Iklim di Tana Toraja lumayan dingin saat malam hari dan curah hujan cukup tinggi. Tanggal dilaksanakannya upacara adat kematian di Tana Toraja memang tidak pasti, ada baiknya mencari informasi terlebih dahulu melalui mesin pencari informasi di dunia maya.                                                                                  
  • Tidak jarang upacara adat kematian di Tana Toraja diadakan pada akhir bulan Desember. 
  • Selain itu pada bulan Desember di Tana Toraja juga berlangsung event pariwisata Lovely December yang menampilkan berbagai macam kegiatan seni dan budaya.

How to get there:

  • Bandara di Tana Toraja: Bandar Udara Pongtiku. Berangkat dari Bandar Udara Internasional Hasanuddin Makassar (UPG) yang memiliki jadwal penerbangan satu kali sehari pada hari Selasa dan Jumat, dengan menggunakan pesawat jenis CASSA. 
  • Menggunakan jasa travel atau bus dari kota Makassar menuju Rantepao. 
  • Cara terbaik untuk berkeliling kota adalah dengan menyewa mobil atau motor.




To do list: 

Batutumonga. Berlokasi di gunung Sesean yang beriklim dingin. Ditempat ini kita dapat melihat hamparan sawah, hijaunya pohon pinus dan kota Ratepao dari ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut. Sayangnya jalan menuju Batutumonga banyak yang rusak, dan belum ada pembatas sisi jalan yang memadai padahal terdapat jurang dan tebing yang sewaktu-waktu dapat longsor, karenanya dituntut ekstra hati-hati ketika hendak menuju ketempat ini.

Lo'ko Mata. Lokasinya tidak jauh dari Batutumonga, berada di lereng gunung Sesean. Disini terdapat batu alam berbentuk bulat besar besar, menyerupai kepala manusia dan di jadikan sebagai kuburan bagi masyarakat setempat.

Kambira. Ketika dahulu masyarakat di Tana Toraja belum mengenal agama, seorang yang belum tumbuh gigi apabila meninggal dunia akan dikubur kedalam pohon dari jenis pohon Tarra. Pohon yang digunakan dilokasi ini telah berumur sekitar 300 tahun yang lalu.

Londa dan Lemo. Merupakan tempat penguburan dinding berbatu dan terdapat patung-patung manusia menyerupai orang yang dikubur ditempat tersebut. Meski di dalam goa sangat banyak peti mati dan tulang belulang, uniknya saya tidak mencium bau sedikit pun. Didalam goa Londa terdapat sepasang mayat yang konon bunuh diri karena hubungannya tidak direstui oleh kedua orang tua.

Kete' Kesu. Merupakan kompleks perumahan adat Tana Toraja yang masih asli. Disana terdapat Tongkonan, lengkap dengan Alang Sura' (lumbung padi).




4 komentar:

  1. Ngeri juga ngebayangin ngelihat orang yang meninggal namun belum disemayamkan...Tp juga penasaran pengin nonton hal serupa hehe...

    Pertengahan tahun ada rencana ke sana...semoga bisa puas keliling Toraja. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. harus dicoba dan rasakan sensasinya !! hahaha

      saya sarankan datang ke toraja saat sedang berlangsung upacara adat kematian, seru dan luar biasa banget.

      terimakasih sudah berkunjung :)

      Hapus
  2. Kalo mau tau kapan ada upacara adat itu gimana ya?
    Aakk,, pengen ke sana..
    Oiya, bisa minta referensi penginapan murah di Toraja? Thx..

    BalasHapus
    Balasan
    1. biasanya dalam setahun diadakan pada bulan juni-agustus. dan saat lovely desember pada akhir bulan desember. untuk tanggal dan agenda kegiatannya saya sarankan mencari informasi di google saja mbak :)

      maaf mbak, untuk penginapan saya kuran tahu, tapi mbak bisa menginap di daerah rantepao atau makale. saat lovely desember banyak penginapan penuh, tapi biasanya saat itu pula penginapan memberi discount.

      terimakasih sudah berkunjung ke blog saya.

      Hapus