Kamis, 22 Desember 2011

MAP OF TORAJA LAND




Upacara Adat Pemakaman Tana Toraja

Upacara Adat Pemakaman Tana Toraja (26 Desember 2011-3 Januari 2012).

Lokasi: Tongkonan Layuk Pattan Ulusalu, Kecamatan Saluputti, Kabupaten Tana Toraja.

Susunan Acara:

26 Desember 2011 :  MEILAO TANDO
Mayat yg sudah di bungkus kain merah diturunkan dari rumah adat ke depan rumah.

27 Desember 2011 : MERRAMBU
Mayat dipindahkan dari teras (tando) untuk dihiasi dengan tempelan-tempelan kuning emas.


28 Desember 2011 : MA"PASONGLO
Mayat yang sudah di bungkus dengan kain merah dan dihiasi dibawa ke tempat acara pesta (pantunuon), orang-orang atau keluarga berjalan di bawah kain merah yang panjang.

29 Desember 2011 : Penerimaan Tamu
Tamu berdatangan sambil membawa kerbau dan babi beriringan dalam rombongan.



31 Desember - 1 Januar 2012 : Istirahat 


2 Januari 2012 : MA'GERE (Potong Kerbau)

3 Januari 2012 : PENGUBURAN





Note: 28-30 Desember, acara diselingi dengan adu kerbau dan juga MA"BADONG (membuat lingkaran sambil bernyanyi oleh orang yang berseragam). PUNCAK ACARA tanggal 28, 29, 30 Desember 2011.

Sumber: National Geographic Indonesia




Kamis, 15 September 2011

Green Canyon : si Hijau yang Menawan

10 September 2011;

Pertama, akan saya perkenalkan sahabat kampus yang kali ini menjadi teman perjalanan saya. 

Irvan Sudung, seorang laki-laki tangguh yang hampir separuh lebih perjalanan Pulang-Pergi setia menjadi supir. 

Ryan, dia ini manusia sejenis Jony blak-blakan, perpaduan serasi otak dan mulutnya-lah yang mengeluarkan ide-ide cemerlang yang menguntungkan tapi bikin jantung deg deg serr. 

Oki, dia adalah satu-satunya orang yang fasih berbicara sunda, oleh karena itu, dia menjadi orang terdepan ketika kami harus bebicara ini itu, melobi harga degan warga setempat. 

Boim, Josua, Danny. Rupa, tingkah laku dan banyolan mereka semacamlah degan Dono, Kasino, Indro. Tak lelah mereka bertingkah untuk sekedar mengibur kami selama perjalanan, dan Andre Damara menjadi sasaran empuk mereka. 

Syahed, ini manusia berwajah garang berhati sendu. 

Haikal, seorang laki-laki asal depok yang memploklamirkan dirinya akan setia selalu dengan Josua. 

Reza Kuncoro, mungkin karena dia satu-satunya manusia yang paling beriman diantara kami, alhasil dia selalu terlepas dari kekalahan dan tantangan tolol yang diciptakan oleh kami. 

Fakhri ini laki-laki bertubuh tinggi, ya nggak jauh bedalah ya dengan saya. 

Dan ini dia, peserta terakhir, yang menyetujui ikut dengan kami satu jam sebelum keberangkatan. Namanya Anti. "Terberkatilah wahai kau Wanita diantara para Lelaki". Yaa! Anti adalah satu-satunya wanita diantara kami. Kami cukup salutlah dengan dia, nggak merepotkan dan nggak menye-menye, dialah yang membantu menyiapkan makanan bagi kami, ketika kami saling mengumpat tatkala kentut semena-mena Josua, dia masih saja melempar senyum. Mungkin antara sabar dan tak tau harus berbuat apa kali ya.

Kami bertiga belas berangkat bersama menuju Pangandaran, Jawa Barat pukul 10.00. Dengan mobil sewaan travello berwarna silver, awalnya kami berangkat dengan hati senang riang gembira, hingga akhirnya mobil travello ini sedikit membuat jantung berdebar. Jadi, saat kami berada di Purworejo, secara tiba-tiba bagasi mobil terbuka, alhasil tas kami berjatuhan di jalan, padahal saat itu kami sedang melaju dengan kecepatan cukup tinggi, untung saja di belakang tidak ada mobil dan tas-tas kami tidak terlindas. Setelah kejadian itu sialnya bagasi mobil tidak dapat terkunci lagi, beberapa kali terbuka, sebelum akhirnya kami mengikatnya dengan tali tambang.

Akhirnya, setelah pantat sudah mulai cenat cenut, badan cekat cekot, dan mata merem melek, kami tiba juga di rumah tempat kami akan bermalam. Kami menyewa rumah penduduk degan harga cukup terjangkau, tepat di depan pantai Batu Karas.

Setelah menyeragamkan posisi tidur, tak lama kemudian serentaklah kami bermain di pulau kapuk, dan tak sabar untuk esok hari.



11 September 2011;

Tepat pukul 06.00 kami sudah terbangun, eh kami, salah salah, lebih tepatnya beberapa diantara kami, tapi ya tidak terlalu sulitlah untuk membangunkan berapa lagi yang masih tidur, tak lain tak bukan karena hari ini kami sehati untuk bersemangat menjajah Pangandaran dari pagi hingga mengantar matahari kembali ke peraduannya.

Pokoknya kalau si Danny sudah selesai, berarti itu tanda bahwa kami semua sudah siap untuk berangkat, dan berangkaattt.

Tujuan pertama kami adalah Green Canyon, nama aslinya sih Cukang Taneuh atau Jembatan Tanah. Tapi si bule bernama Bill, seorang peneliti dari Amerika datang dan menilai tempat ini serupa dengan Grand Canyon, sebuah tempat yang katanya luar biasa indah di Amerika dengan tebing-tebing yang mengelilinginya. Hanya saja di Grand Canyon pemandangan alamnya gersang, sedangkan di Cukang Taneuh memiliki pemandangan yang hijau. Sehingga pada tahun 1980 Cukang Taneuh diberi nama Green Canyon dan lebih populer hingga sekarang.

Dan benar saja, ketika kami sampai disana, menaiki kapal sewaan untuk menjelajahi aliran sungai yang tenang selama 30 menit, kami di suguhi pemandangan super luar biasa. Air sungai yang hijau dengan pepohonan di pinggir sungai, hembusan semilir angin, yang kesemuanya seakan menyambut kami dan menghilangkan rasa lelah dari perjalanan panjang kemarin. 



Terbayar lunas! Terpuaskan!

Kapal kami parkir di sebuah goa tempat kami akan melakukan body rafting. Memakai life jacket, menyeburkan diri ke air dan membiarkan tubuh terbawa arus sungai. Sungguh keindahan yang tak terbantahkan, tebing goa yg menjulang tinggi, stalagtit yang menghiasi dinding goa, dan butiran-butiran air nampak dengan jelas jatuh dari atap goa.

Goa-Green Canyon
Kami berhenti di sebuah tebing setinggi lima meter namanya Batu Payung, menaikinya dan terjun bebas. Woouw, saat itu juga beban pikiran, dan segala macam aktivitas yang membuat otak terbebani seakan lepas, menghilang entah kemana. Sungguh kami sangat menikmati situasi ini.

Lanjut lagi menaiki tebing yang sangat unik, karena terdapat sebuah penampungan air yang tidak bisa habis dan tidak tau airnya berasal dari mana, namanya Pemandian Putri, konon jika kita membasuh muka dengan air ini, maka akan mudah mendapatkan jodoh, dan bisa ditebakkan apa yang langsung kami lakukan, dan siapa yang paling bersemangat? *lirikboim :)

Tidak terasa satu jam kami bermain di dalam goa ini, menikmati keindahan dan keunikan akan mahakaryaNya. Dengan perasaan yang terpuaskan kami kembali menaiki kapal untuk kembali ke starting point.

Perut sudah mulai keroncongan, tak jauh dari Grenn Canyon kami berhenti untuk makan di sebuah rumah makan seafood yang sangat saya rekomendasikan, namanya Tirta Bahari. Tempatnya luas dengan pemandangan hijaunya pepohonan dan aliran sungai. Yang terpenting makanan yang enak dan terjangkau. Yaammy!



Kemana kita setelah makan?
  
Hitam Putih

Menempuh perjalanan melewati pemukiman penduduk dengan jalanan yang berliku dan rusak menuju pantai Pangandaran. Sepertinya hari ini keberuntungan berpihak kepada kami, sebelum memasuki kawasan pantai, kami mendapati kerumunan manusia di sebuah lapangan, ternyata saat itu sedang dilangsungkan festival adu domba. Diadunya dua domba berbadan besar dengan tanduk yang kokoh. Sedikit ngilu dan kasian juga sih lihat domba-domba itu, tapi seru banget lho! 

Tidak terlalu lama kami menyaksikan tontonan menarik itu, dan beberapa menit kemudian kami tiba di kawasan wisata pantai Pangandaran. Pantai Pangandaran sendiri menurutku tidak terlalu menarik, penataannya kurang rapi dan banyak sampah yang sok berkuasa, tapi kamu akan menemukan pemandangan yang indah jika kamu berjalan menuju pantai Pasir Putih yang menjadi satu dengan cagar alam. 

Pantai Pasir Putih-Pangandaran

Setelah dari pantai pangandaran, kami berangkat menuju pantai Batu Karas. Pantai Batu Karas sendiri lebih sepi di banding pantai Pangandaran, banyak rumah makan di pinggir pantai, toko yang menjual alat surfing, pantai ini sangat diminati para surfer  karena ombaknya yang besar.

Dari pagi hingga malam, kami menjelajahi Pangandaran, Green Canyon yang menawan, adu domba yang menegangkan, pantai Pangandaran dan pantai Pasir Putih yang menjadi favorit wisatawan, hingga pantai Batu Karas yang menurut saya seperti Bali mini di Pangandaran, sungguh perjalanan yang menyenangkan. Memberikan sejuta pengalaman yang tentunya akan kami bagikan ke manusia lain. Besok saatnnya kami kembali ke Jogja, kembali ke aktifitas sehari-hari kami, berat rasanya meninggalkan Pangandaran, terlebih meninggalkan keluarga bapak Upin dan ibu Cucu yang sangat ramah terhadap kami. Semoga di lain waktu kami dapat kembali ke tempat ini. 



12 September 2011;

Seperti kata Gie, "Bagaimana bisa kamu bersifat nasionalis jika kamu belum melihat keindahan Indonesia dengan mata kepalamu sendiri". Karenanya, bangunlah dari mimpimu dan wujudkan keingananmu untuk menjelajahi negeri ini. 




lihat kumpulan foto lain kami di: Green Canyon, September 2011

Coretan sederhana ini aku persembahkan, untuk:
Sahabat perjalanan yang super oke, Orang Tua yang super berarti, Negeri yang super dahsyat, dan Tuhan Yesus yang Maha Kuasa.

Jumat, 02 September 2011

Indonesia di Mata Djamal (solo backpacker asal maroko)

Begini ceritanya;

Jadi setelah melakukan ritual tak biasa dan terbilang aneh, yaitu bangun jam 3.00 dan langsung mandi pada suhu 4 derajat celcius, jeep berwarna hijau telah menjemputku untuk berangkat ke Penanjakkan dan Kawah Gunung Bromo.


Sungguh perasaan luar biasa ketika menikmati dua mahakarya Tuhan dari Penanjakkan. Cahaya matahari yang beranjak dari peraduannya, serta indahnya pesona Gunung Bromo saat itu.

Dan sebuah pertemuan dengan seorang solo backpacker asal maroko yang menetap di belgia menambah pengalamanku disana, hingga akhirnya kami melanjutkan perjalanan bersama ke jogja.


Seharusnya kami berada dalam satu elf yang sama menuju jogja. Tapi entah kenapa mobil yang mengantar djamal dari desa cemoro lawang ke probolinggo mengalami ketelambatan berjam-jam, alhasil aku harus berangkat terlebih dulu ke jogja.


Jogja;

Selama di indonesia Djamal belum menganti Hand Phonenya dengan nomor indonesia, jadi aku mengirim email ke dia, agar saat dia tiba di jogja segera mengirim alamat hostelnya, sehingga aku dapat menemuinya.

Semalaman aku menunggu, tapi tidak ada email balasan dari djamal. Hingga akhirnya malam berikutnya djamal baru membalas emailku. Ternyata dia tiba pukul 01.00, padahal aku sampai di jogja pukul 21.00, dan dia kelelahan hingga tertidur seharian, alhasil dia baru sempat membalas emailku pada malam harinya.


Djamal menginap di daerah Prawirotaman. Pilihan yang tepat dengan banyak hostel murah. Dan aku baru sadar, 19 tahun aku tinggal di jogja, dan baru pertama kali aku masuk kawasan ini. Disambut dengan gapura megah bertuliskan PRAWIROTAMAN dengan aksara jawa dibawah tulisannya, dan terdapat semcama papan pengumuman yang memuat puluhan nama-nama hostel atau homestay yang berada di kawasan ini. Belum lagi saat melihat ratusan bule-bule seliweran dengan tas ransel yang melekat di punggungnya, sebuah pemandangan yang unik.


Aku menuju hostel tempat dimana djamal menginap, namanya delta homestay. Semalam kami sepakat untuk bertemu pukul 10.00. Akupun sudah tiba di hostel jam 09.30, menunggunya di ruang tunggu dan beberapa menit kemudian dia menemuiku. Dan tau kah kamu apa kata pertama yang keluar dari mulut djamal?


Akhirnya kita bertemu lagi george dan aku tidak menyangka kamu datang tepat waktu, baru kali pertama selama di indonesia, aku menemui orang yang bisa datang tepat waktu.


Ini bukan sebuah pujian buatku, yang aku yakini ini merupakan sindiran untuk negeriku, aku hanya bisa tersenyum dan tertawa.


Tepat pukul 10.00 kami berangkat menuju tujuan utama kami. Candi Borobudur.


Candi Budha terbesar di Indonesia ini di bangun pada Wangsa Syailendra, terletak di magelang, jawa tengah. Kurang lebih dua jam untuk mencapai lokasi tujuan. Sebenarnya Candi Borobudur juga menawarkan keindahan tersendiri bagi mereka pecinta wisata sunrise. Ada banyak penginapan disekitar Candi Borobudur jika kamu ingin menyempatkan untuk melihat sunrise dan jala-jalan mengelilingi pedesaan sekitar Candi Borobudur.



Pukul 12.00 WIB 
(Waktu Indonesia Bagian Brobudur);

Kami tiba di Candi Borobudur. Dan matahari bersinar sangat terik, aku mengambil payung di bagasi mobil, tujuannya untuk melindungi kepala kami dari congkaknya matahari saat itu. Tapi apa kata djamal? 


Kamu pakai saja george, kamu jauh lebih membutuhkan, aku sangat menikmati panas seperti ini.

Sial sial sial tahukah kalian suhu saat itu berapa derajat celcicius? 39 derajat celcius saudara-saudara setanah air! Dengan kepala mulai pusing, mata memerah, kulit menghitam, keringat mengucur, namun gengsi lebih dominan akhirnya aku memutuskan tidak memakai payung, ya masak aku kalah sih sama manusia yang sebagian hidupnya tinggal di suhu hingga minus 4 derajat celcius, tidak mengenal suhu melebihi 15 derajat ini, belum lagi dia sedang menjalani ibadah puasa lho.



Oke saatnya menjelajahi mahakarya nenek moyangku, mengenalkan ke djamal bagaimana hebatnya bangsaku "dulu".

Karena djamal adalah turis asing, jadi kami masuk ke ruangan khusus pembelian tiket untuk wisatawan mancanegara. Harga tiket untuk djamal 120.000,- harga tiket untukku 10.000,- setelah mendapatkan tiket, djamal diperbolehkan untuk mengambil soft drink dan cemilan. Dalam ruangan yang sama, dilayani dengan orang yang sama, dan hanya djamal yang mendapat penawaran untuk mendapatkan minuman dan makanan secara cuma-cuma, saat itu juga kami saling memandang heran, tanpa diberi aba-aba dua kejadian itu membawa kami tertawa bersama. Tebak sendiri kenapa kami tertawa ya :) Dengan sopan djamal kemudian menolak penawaran itu, lagipula saat itu djamal juga sedang berpuasa.



Kalau aku tidak berpuasa aku tetap tidak akan menerima penawaran itu, tapi justru aku akan marah ke pelayan itu george.


Saat kami kesana, ternyata Candi Borobudur masih dalam tahap renovasi akibat debu vulkanik merapi, jadi pada tingkat 8-10 ditutup hingga September 2011. Yaaa sayang sekali aku tidak bisa mempraktekkan ke djamal sebuah mitos disini, mitos yang paling terkenal adalah Kunto Bimo, yaitu arca dalam stupa yang konon dapat mengabulkan permintaan. Stupa yang dimaksud adalah stupa sebelah kanan pada teras lingkaran yang pertama. Menurut cerita bila berhasil menyentuh bagian tertentu dari arca tersebut sambil mendoakan permohonan, maka keinginan kita akan terkabul. Bagian yang disentuh adalah posisi tangan atau mudra untuk pria, dan telapak kaki untuk wanita.

Saat perjalanan turun sembari berfoto ria dengan latar agungnya Candi Borobudur. Aku melayangkan sebuah pertanyaan ke Djamal.

Djamal apa yang kamu kenal dari negeriku ini selain pariwisatanya?

Dengan senyumnya djamal menjawab: 

Korupsi!

Jlep!

 16.00;

Kami tiba di hostel, sebenarnya besok kami aka kembali melakukan perjalanan menjelajahi kota jogja, bahkan rencana djamal akan menginap di rumahku, tapi sore itu djamal mendapat kabar bahwa kawannya yang kebetulan bertemu saat di jogja, sedang sakit karena menelan sesuatu saat makan, karenanya djamal mengubah agendanya, dia dan kawannya akan berangkat ke surabaya besok (karena harga tiket pesawat dari surabaya jauh lebih murah), dari surabaya djamal akan melanjutkan perjalanan ke tarakan untuk kemudian jalan darat ke Kuala Lumpur dan kawannya akan langsung terbang kembali ke belgia.

Dimataku djamal adalah seorang bule yang berbeda dengan bule-bule pada umumnya, dia adalah seorang yang sangat baik hati dan bersahabat. Dia mengajarkan banyak hal dalam pertemuan kami yang singkat, seorang muslim yang taat dan tidak menganggap perbedaan adalah sebuah jarak. Pengalaman luar biasa dalam kehidupanku, bersamanya lah aku belajar mentertawakan dan melihat sisi lain bagaimana "lucunya" negeriku.
 

Aku sadar semua yang aku banggakan dari negeriku hanyalah titipan dari Tuhan dan yang membuat  negeriku harum hanyalah karena peninggalan nenek moyangku, semua yang indah adalah hasil karya "dulu". "sekarang"? kami hanya sekedar: MENIKMATI dan MERUSAK.



Negaramu itu miskin, tapi punya hati yang kaya. Hal ini tampak dari keramahan kalian dan ketika kalian mudah sekali untuk tersenyum. Aku tidak membayangkan jika negaramu yang miskin ini, justru mempunyai sikap yang induvidualisme dan tidak ramah seperti negaraku. -Djamal-



Klik : Kumpulan Foto dalam kisah bersama djamal


-Merci, Djamal-


Kamis, 25 Agustus 2011

Bromo Dalam Kisah

19 Agustus 2011;

Jam 5.30 aku sudah terbangun dari tidur mempersiapkan diri untuk beberapa jam kemudian berangkat menuju jasa antar jemput yang akan membawa-ku ke bromo. Seharusnya sih jam 7.30 sudah berangkat, tapi bukan Indonesia kan kalau belum pakai acara telat, dan telatnya nggak nanggung-nanggung jam 9.00 baru berangkat menuju bromo.

Nah di dalam kendaraan elf yang melaju dengan kecepatan rata-rata 80km/jam ke arah timur Pulau Jawa ini, aku kecuali pak supir adalah satu-satunya orang Indonesia yang berada di dalam kabin, wuuu terpaksa nih keluarin keahlian-ku dalam berbahasa inggris. Preettt!

Didalam kabin, aku memposisikan duduk di paling depan dekat pak supir bersama ken/kenyz/kenzy/kenzin/kenzo ah mboh ah, bingung gimana nulis nama kompeni yang satu ini,  intinya namanya berkutat diantara huruf-huruf itu.


20.00 WIB
(Waktu Indonesia Bagian Bromo);

Tiba di Probolinggo. Kemudian kami diturunkan di sebuah kantor jasa penyewaan jeep, sebenarnya aku tidak berkeinginan menyewa jeep disini, karena harganya lebih mahal di bandingkan jika menyewa di kantor khusus penyewaan jeep yang berada di desa cemoro lawang. Lebih murah lagi jika carter jeep langsung untuk berenam. Tapi apa boleh buat karena ternyata aku juga satu-satunya wisatawan asal Indonesia di bromo, jadi ya terpaksa bergabung dengan mereka (dibaca: bule-bule). 

Saran dan Tip: Jika kamu datang berenam maka carter saja jeep langsung di desa cemoro lawang, dari segi harga hal ini jauh lebih murah, karena di bromo diperlakukan perbedaan harga antara wisatawan lokal dengan wisatawan mancanegara. Harga jeep untuk wisatawan lokal dengan dua tempat yang akan dikunjungi seharga 300 ribu, dibagi saja dengan enam orang kawanmu. 


Desa Cemoro Lawang; 

Setelah mendapat penjelasan kemana saja tempat yang akan dikunjungi saat di bromo nanti, kami kembali melanjutkan perjalanan selama satu jam ke desa cemoro lawang. Desa cemoro lawang adalah pintu gerbang mendapatkan kitab suci eh salah maksudnya pintu gerbang untuk masuk kawasan bromo. Suhu disana, astaga ternyata nggak terlalu dingin ah, cuma 4 derajat celcius aja kok. 

Setelah meletakkan ransel di kamar,  aku berjalan untuk mencari warung makan. Di warung makan berukuran imut ini aku berbincang-bincang dengan penduduk setempat. Ya! Momen seperti ini wajib hukumnya dalam setiap perjalanan yang aku lakukan. Budaya, bahasa dan logat bicara yang unik tentu menjadi pengalaman tersendiri yang tidak akan di dapatkan di tempat lain. Bahasa Tengger adalah bahasa percakapan sehari-hari mereka dengan mayoritas memeluk agama Hindhu. 

Saran dan Tip: Jangan lupa membawa senter karena disana sangat minim penerangan. Setelah berbicang-bincang dengan penduduk lokal, aku baru tahu, bahwa sebenarnya untuk mengelilingi kawasan wisata bromo ada tiga acara yaitu dengan menaiki jeep, tracking, dan menyewa ojek motor. Untuk ojek motor biayanya 150 ribu per orang untuk tiga tempat (penanjakkan, kawah bromo, bukit teletubies). 

Sesuai perjanjian yang disepakati bersama antara aku, si bule-bule, dan si punya jeep, kami akan di jemput di penginapan masing-masing pada jam 4.30 WIB (Waktu Indonesia Bagian Bromo) untuk berangkat melihat sunrise di penanjakkan dan kawah bromo. 


20 Agustus 2011; 

Kukuruyuk aja belum berkumandang, alarm juga belum berdering, dan ini semua gara-gara mimpi di tinggal jeep karena, aku adalah turis lokal, biasalah perlakuan yg berbeda. oooohh mimpi yang sepertinya memang fakta dan kalian rasakan jugakan di beberapa tempat wisata di Indonesia. Akibatnya aku terbangun jam 3.00 WIB (Waktu Indonesia Bagian Bromo), busett!! 


Penanjakkan dan Kawah Bromo; 

Nggak tau kemasukkan setan apa setelah bangun aku langsung mandi. Dan alhasil badan segar campur kedinginan sebuah perpaduan yang aneh! Ya.. ya.. ya.. sepertinya saat itu rajin sama pekok memang beda dikit. Jam 4.30 WIB (Waktu Indonesia Bagian Bromo) jeep berwarna hijau sudah menjemput di penginapan-ku dan perjalanan menuju Penanjakkan memakan waktu sekitar lima belas menit. 

Sesampainya di penanjakkan kami para wisatawan mendapatkan semacam jackpot ternyata kami tidak diperbolehkan naik ke Penanjakkan I (dibaca: satu) dimana penanjakkan I merupakan lokasi terindah melihat sunrise karena erupsi gunung bromo beberapa bulan yang lalu mengakibatkan lokasi tersebut tertutup debu vulkanik yang sangat tebal hingga menyebabkan rapuhnya penopang yang tentunya sangat berbahaya bagi pengunjung. 

Okay walaupun sangat menyesal, tapi tidak terlalu aku permasalahkan karena safety adalah yang utama kan? 

Dan aku berjalan sekitar lima belas menit untuk naik ke camping ground-Penanjakkan II (dibaca: dua). Meski tidak dapat melihat terbitnya matahari secara bulat-bulat,  tapi tetap saja lokasi ini menawarkan keindahan tersendiri. Awalnya aku tidak melihat apapun kecuali ratusan lampu rumah penduduk dari kejauhan, tetapi beberapa menit kemudian cahaya berwarna orange kekuning-kuningan mencoret birunya langit, perpaduan yang sangat harmonis, menyejukkan mata, menenangkan hati dan pikiran, perlahan tapi pasti cahaya terus memancar di balik perbukitan yang hijau. Sungguh lukisan maha dahsyat dari Sang Pencipta. 


Akhirnya Dia Menampakkan Pesonannya; 

Belum selesai terpana dengan indahnya cahaya itu, gunung bromo mulai menampakkan pesonannya. Luar Biasa! Pemandangan gunung bromo dari sini sangat eksotis, fantastis dan bombastis. Serentak wisatawan yang melihat keindahan ini terpana, terkagum-kagum, dan langsung sibuk berfoto ria dengan keluarga, kerabat, kekasih, calon kekasih, calon mertua, calon lurah. 

Ini utuk kebanyak kalinya aku katakan bahwa aku adalah satu-satunya wisatawan asal Indonesia di lokasi penanjakkan ini, ketika yang lain sibuk ingin difoto dengan background gunung bromo yang sangat woouw itu,  aku justru sibuk mencari bule yang nganggur. Dan akhirnya aku bertemu dengan sesama solo backpacker yang juga senasib dengan-ku. Namanya Djamal solo backpacker asal Maroko yang menetap di Belgia. Berawal dari saling memotretkan akhirnya kami berkenalan dan menjadi teman selama disana hingga sekarang dan beraharap hingga selamanya. Oke, di coretan lain akan aku ceritakan pengalaman-ku dengan Djamal, seorang muslim taat yang sangat ramah dan baik hati. 


Kawah Gunung Bromo; 

Setelah memaksakan diri untuk puas menikmati keindahan gunung bromo, aku kembali turun ke lokasi parkir jeep dan melanjutkan perjalanan ke lokasi selanjutnya. Disambut padang pasir yang sangat luas seperti tak berujung, jeep kami berhenti untuk parkir. Kemudian kami harus berjalan sekitar 45 menit, menaiki 200 anak tangga untuk sampai ke bibir sexy kawah bromo. Tetapi karena aku ingin mencoba sensansi yang berbeda maka aku putuskan untuk menyewa kuda dengan tarif 100 ribu (berangkat dan pulang ke lokasi parkir jeep). 

Saran dan Tip: Saat kesana debu vulkanik akibat erupsi memang sangat tebal, karenanya jangan lupa membawa masker karena jika tidak memakai, jangan terkejut jika warna upilmu tidak seindah dulu. Ada beberapa cara ke kawah yaitu PP naik kuda, perginya atau pulangnya saja naik kuda, atau berjalan kaki, intinya apapun caranya jangan lupa teh botol sosro minumnya. 

Melihat lansekap kawah gunung bromo dengan hamparan lautan berpasirnya seakan membuat aku berhayal berada di padang gurun. Satu kata untuk menggambarkan kisah perjalanan-ku di gunung bromo: AMAZING!!! 

Saran dan Tip: Saat berbincang-bincang dengan penduduk setempat, aku mendapat informasi bahwa setiap satu tahun sekali terdapat upacara adat Kasoda di area kawah gunung bromo dengan menggunakan perhitungan tanggalan jawa. Kasoda tahun ini jatuh pada tanggal 15-16 agustus. Pada acara ini bromo akan sangat ramai oleh wisatawan dan juga terdapat pertandingan balap kuda. Ada juga acara keagamaan umat muslim pada tanggal 31 agustus 2011 saat hari raya Idul Fitri, acara keagamaan umat Hindhu yaitu Gulungan dan Kuningan. 


Selamat menjelajahi dan menikmati pesona Bumi Pertiwi. Jangan lupa untuk membagikan kisahmu ke semua orang agar mereka tahu bagaimana indahnya Negeri ini.



Bangganya Jadi Orang INDONESIA! 
Selamat Ulang Tahun yang Ke-66 ya . . .



Gunung Bromo dari Camping Ground




Pura yang Berada di Kawah Gunung Bromo






Klik : Kumpulan Foto di Bromo

Kamis, 18 Agustus 2011

Backpacker: Sang Petualang Dunia Sejati

Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.

Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas mengurus pasport. Setiap mahasiswa harus memiliki surat ijin memasuki dunia global. Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril.

Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punya pasport.

Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.

Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?

Saya katakan; saya tidak tahu.

Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint atau kendala. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.

Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.

Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke Pulau Jawa berbekal seadanya. Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.

Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.
 


The Next Convergence


Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.

Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memiliki pasport. Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia. Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan. Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan. Di universitas Indonesia, setiap mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.

Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut. Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punya pasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.

Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu Tidak. Di UI, sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing. Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.

Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat.

Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punya pasport dari uang negara.

 

Rhenald Kasali – Guru Besar Universitas Indonesia

Selasa, 16 Agustus 2011

semacam itinerary





Jadi ini berawal dari seorang teman yang belum saya kenal nama, asal usul dan garis keturunannya. Setelah beberapa jam yang lalu bergabung dengan komunitas backpacker indonesia, tiba-tiba saja ada satu pesan baru masuk di account pribadi, saya buka dan isinya:


Mas tinggal di jogja ya? 
 Bisa minta tolong untuk membuatkan itinerary selama dua hari di jogja?


Kurang lebih inti pertanyaannya seperti itu dan saya menjawab:

Sangat bisa saya bantu mas, dengan senang hati :)



Ini itinerary yang saya coba buat untuk dia, dan semoga bisa membantu teman-teman sesama backpacker yang ingin berkunjung ke kota Jogja.



Hari Pertama (misal tiba dini hari);


Kalau naik bus tibanya di terminal Giwangan,
karena transportasi sudah sepi, biasanya biaya taxi dari terminal menuju Malioboro dua kali lipat lebih mahal.

Kalau naik kereta tibanya di stasiun Tugu,
dari Tugu jalan kaki atau saja menuju penginapan di sekitar jalan malioboro.

  • Sampai di penginapan (di daerah jalan Malioboro) yang sudah dipesan.
  • Borobudur (berangkat pagi ya).
    naik trans jogja ke terminal jombor, dari terminal jombor naik bus tujuan candi borobudur, waktu tempuh sekitar 2 jam. Pulang dari borobudur naik bus lagi tujuan terminal jombor. Kemudian naik trans jogja tujuan halte di candi prambanan.
  • Prambanan.
    pulang, dari halte candi prambanan naik trans jogja kembali ke halte di jalan malioboro.
  • Bisa MCK, makan siang dan istirahat dulu di hostel.
  • Wisata Malam (namanya juga wisata malam, jadi?).

    1. jalan malioboro, pasar kembang, pasar sore, pasar bringharjo, benteng vrendeburg, taman pintar, TBY, istana presiden, monumen serangan umum satu maret, nol kilometer kota jogja. Itu semua adalah lokasi yang saling berdekatan dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Pada hari rabu jumat sabtu malam, minggu pagi, kota jogja sangat ramai dengan orang-orang yang bersepeda terutama saat JLFR (jogja last friday ride) yang diadakan pada jumat malam di akhir bulan dan biasanya mereka berkumpul memamerkan sepedanya dari tugu jogja hingga nol kilometer kota jogja.

    2. alun-alun kidul. Disana ada dua pohon bringin yang legendaris, dan saat malam hari akan ramai dikunjungi wisatawan.

    3. angkringan kopi jos. Lokasi angkringan yang terkenal di jogja. Letaknya disebelah stasiun tugu. Kopi jos itu kopi dengan arang dicelupkan di dalamnya. Jangan dibayangkan, cobalah.

    4. tugu Jogja.


Hari Kedua;


  • Taman Sari dan Kraton Yogyakarta.
    lokasi keduannya berdekatan, jalan saja juga bisa.
  • Wisata Alam Merapi.
    naik trans jogja ke halte trans jogja di kentungan, dari sana naik angkot tujuan wisata kaliuarang.


Wisata Minat Khusus:
  • Senin malam ada acara 'Jazz Mben Senin' di Bentara Budaya Yogyakarta Jalan Suroto 2, Kotabaru. Bisa naik trans jogja berhenti di halte SMP 5, dari sana jalan kaki sekitar lima menit saja.
  • Makam Pahlawan Imogiri.  Air Terjun Sri Gethuk dan Goa Rancang. Caving di Goa Pindul. Goa Jomblang.



Wisata Kuliner:
  • Gudeg
  • Sate Klatak
  • Kopi Klotok dan Kopi Jos
  • Dan lain-lain. Silahkan hubungi saya untuk dan lain-lainnya.

Wisata Pantai :

Saya tidak mensarankan ke pantai Parangtritis. Pantai yang terkenal dengan legenda Ratu Selatan. Karena pantainya selalu ramai, bukan pasir putih, dan biasa saja.


Yang paling disarankan adalah ke pantai di daerah Gunung Kidul, disana pasirnya putih dan sangat indah, silahkan lihat penampakkannya di google: pantai krakal, pantai indrayati, pantai kukup, pantai drini (itu semua dalam satu kawasan). Hanya saja jarak dari kota jogja ke kawasan tersebut selama dua jam dengan jalan yang berliku, menyewa kendaraan seperti motor lebih disarankan.


Wisata Penginapan Murah Meriah:

Penginapan murah dekat kawasan Malioboro, seperti : Sosrowijayan dan Prawirotaman.




-Perjalanan adalah Sebuah Proses Menemukan-


Selasa, 02 Agustus 2011

si cepu di cupu (perjalanan anak manusia di cepu)

 28 juli 2011;

Ini pokoknya serba mendadak, seperti biasa, bangun jam 12 siang, buka HP dan ada sms  ajakan dari teman untuk jalan-jalan ke semarang, tanpa pikir panjang tawaran aku terima. Deal!!

Lupa berangkat jam berapa, pastinya pas duduk di McD mall citra land pas pula PSSI main lawan turkmeniztan. Baru kali pertama nih aku berani menduga kalau PSSI bakal menang dan ternyataaaa udah unggul 4-1 eh sekarang jadi 4-3, gila bener nih, kalau sampai PSSI kalah dengan jantan aku akan mengundurkan diri dari ketua umum PSSI! Titik! lhoooo?! 

Intinya kalau bener PSSI kalah, habis nonton PSSI berlaga, aku langsung pulang ke jogja, nggak peduli ke semarang cuma terkesan numpang pipis doang, tekad sudah bulat, hati juga sudah mulai gundah. 

Prit..priitt...priiittt 
Dan PSSI mengakhiri perlawanan tukmeniztan dengan kemengan sedikit manis. ayeee!! Membuat hati menjadi bersemangat menjelajahi semarang untuk kesekian kalinya. 

Kalau ke semarang pasti tujuan utamanya ke lawang sewu. Ngggak perlu aku jelasin lagi kenapa disebut sewu, baca ini aja ya: obok-obok semarang (lawang 969). Setelah itu makan malam di angkringan pagi. Angkringan ini hanya buka mulai pukul 11 malam hingga pagi menjelang, wajib banget dicoba kalau kamu datang ke semarang.

29 juli masih 2011;

Nah ini kisah kasihnya baru dimulai. Jadi setelah makan, tiba-tiba ada pikiran buat meluncur ke cepu, kira-kira empat jam kalau dari semarang, wah oke juga nih, apalagi cepu merupakan tempat dengan banyak lokasi sumur tua minyak peninggalan belanda di Indonesia, lumayan lah buat nambah ilmu tentang dunia yang aku tekuni sekarang, aseeekkk dah!


Perjalanan ke cepu benar-benar menguras teanaga, selain karena jalan yang ditempuh sangat jelek atau tidak rata matapun sudah tidak bersahabat lagi, alhasil dua kali kami beristirahat di pom bensin. Kira-kira jam 5.30 pagi ditemani sang matahari yang mulai membesar kami tiba di cepu. Langsung aku menelpon seorang teman baik hati bernama mas bas, dan dengan sedikit paksaan kami menumpang dirumahnya.



Dyaarr;

Udara di cepu panasnya mantap, jogja kalah, tapi panasnya nggak bisa ngalahin semangat kami yang sedang berapi-api. Semangatku yang menggelegar membuat matahari seakan ciut dalam gengamanku, ini nih alasannya: Aku kuliah di salah satu universitas swasta di jogja jurusan teknik perminyakan. Dua semester udah aku lalui dengan senang hati, gembira dan tekun (statment yang terkahir tanda tanya banget) suatu hari ada pengumuman bahwa salah satu organisasi kampus akan ngadain acara semacam field trip, nah pendaftaran dibuka, pagi banget udah nunggu di meja pendaftaran, dan yang terjadi, yap! sudah tidak ada tempat lagi. Sialnya kejadian ini menimpaku beberapa kali. Makanya ketika ada kesempatan buat menginjakkan kaki di cepu, seneng banget rasanya, nggak formal, nggak butuh uang banyak udah bisa field trip pribadi.

Tapikan nggak dapat sertifikat?
Nggak masalah! buat sendiri!

Ini nih yang jadi masalah, banyak manusia di kampusku yang selalu daftar field trip dan herannya lagi selalu dapat tempat, sesudah itu pamer gigi dengan back ground nama perusahaan minyak ternama. Heran, mereka itu cari ilmu atau cari sertifikat atau mau sekedar pamer atau apa ya? Pengetahuan dan gambaran tentang perminyakan udah jauh lebih baik, ada juga yang terlahir dari keluarga perminyakan, ada juga yang bapaknya nelayan, nelayan minyak! nah aku? masih nol besar tentang gambaran di lapangan perminyakan, masih awam! Kok nggak mau gantian tuh lho, terus apa guna ngadain acara semacam itu kalau partisipannya itu dan itu aja.


Oke itu tadi sedikit curahan hati seorang cupu di bak belakang mobil pick-up plat cepu milik mas usrok.




Namanya mas usrok 
(dibaca: mas brian);


Perkenalkan mas guide kami, mas usrok rakeri. Dia adalah teman satu SMA mas bas. Mas usrok tinggal di desa ledok, cepu. Desa ledok adalah desa yang kaya akan peninggalan sumur tua minyak yang masih produksi sampai sekarang. 

Perawakannya kocak, kulitnya hitam manis, wajah eksotis dan senyumnya meringis. Dengan pakaian ala kadarnya, sepatu merek cekerman (dibaca: tanpa alas kaki) dia membawa kami melihat produksi minyak secara tradisional.


inilah harga kami para 
minyak mentah;

penyulingan tradisional
Ada cerita yang sedikit menyayat hati. Membuka mata kami untuk melihat sisi lain dari dunia yang sangat menjajikan, menghasilkan banyak uang, yang katanya bisa mencerahkan masa depan dan keturunan. Ya! Dunia Perminyakan yang seharusnya seperti itu sangat berlawanan dengan yang ada di desa ini. Disini, mereka serasa bermain judi. Satu sumur tua dikelola hampir 20 orang, dimana biaya operasional sangat besar, minyak yang diproduksi tidak menentu padahal koperasi desa hanya akan membeli tiap 5000 liter untuk kemudian disalurkan ke Pertamina. 



Taukah kamu harga per liter yang akan dibeli oleh pihak koperasi? Sangat besar yaitu *** (dibaca: 850 rupiah) Ter.. la.. lu!


Inilah harga minyak mentah di dunia = 7500,- / liter

Inilah harga minyak mentah di koperasi desa ledok milik Pertamina 850,- x 5000 liter = ?
Dikurangi biaya operasional, dibagi rata ke minimal 20 orang. Jadi pendapatan bersihnya = *** (dibaca: sedikit)


Miris sih dengar cerita mas brian, tapi mau gimana lagi, negaraku sudah terlanjur lucu sih kalau masalah duit. Sebagai rakyat biasa ya cuma bisa pasrah.

Setelah menyalakan flare yang lebih layak disebut obor di sumur tua mas brian squad. Kami kembali melakukan perjalanan menyusuri jalan yang berliku dan rusak, hutan yang gersang dan hamparan sumur-sumur tua yang kesemuanya sudah produksi.



flare ala mereka
Mafia Minyak;



Nggak cuma di ledok, kami juga menuju ke kawengan dan terakhir singgah di wonocolo. Nah wonocolo ini tempat paling sangar yang kami kunjungi. Kok bisa? Gini nih ceritanya, di wonocolo terdapat pula sumur tua yang masih berproduksi, sama sih kayak yang di ledok, hanya bedanya di tempat ini tidak terikat oleh perusahaan minyak manapun, bahkan di tempat ini terdapat penyulingan minyak sendiri yang tentunya dikelola secara tradisional. 

Sangarnya dimana? Nah kayak film-film mafia yang jualan obat-obatan terlarang secara ilegal, di wonocolo juga seperti itu. Jualan obat terlarang? Bukan! Jadi minyak dari ledok di jual secara sembunyi-sembunyi ke wonocolo, alasannya karena di wonocolo membeli harga minyak jauh lebih tinggi di banding harga beli koperasi desa ledok. Selain itu hasil penyulingan minyak mentah berupa solar pun dijual secara ilegal ke truk-truk di sekitar pantura. Ini semua serba tersembunyi, ilegal, dan ada keamanan atau polisi khusus yang akan mengawasi dan menindak lanjuti kegiatan ilegal ini jika ketahuan.

20.45 WIB

Dan field trip kami akhirnya berakhir, perjalanan yang nggak sekedar menyenangkan tapi menambah pengetahuan bagi kami. Malam terakhir di cepu pun kami tutup dengan makan sate blora yang benar-benar maknyus. Nggak bermaksud berlebihan tapi sate ini adalah sate paling enak se-indonesia raya yang pernah aku coba.


Perjalanan kami lanjutkan ke Jawa Timur. Buussseeetttt!!
Ke solo lewat ngawi. Ngawi di jatim kan?


Di solo menikmati susu sapi segar, berfoto ria di patung slamet riyadi, bermalam di solo balapan, paginya meluncur kembali ke jogja. 

kami pamer gigi di depan sucker rod


Sabtu, 30 Juli 2011

Solo: The Spirit Of Java

25 Juni 2011;


Pukul 18.00 WIB aku sudah tiba di kota Solo. Dari informasi yang aku dapat dari sebuah komunitas travelling di dunia maya (dibaca: couchsurfing), acara Solo Batik Carnival akan diadakan mulai pukul 19.00 WIB disepanjang jalan Slamet Riyadi, ini bearti sepanjang jalan tersebut akan ditutup untuk umum dan lalu lalang kendaraan akan tergantikan oleh meriahnya acara satu tahun sekali, acara yang di gelar untuk menyambut hari jadi kota Solo.


Begini awalnya;


Diawali dari turunnya kadar semangat saat weekend berganti senin, yang seharusnya beberapa menit lagi kuliah justru aku masih berleha-leha di kasur, setelah sedikit ada tenaga, aku mulai melakukan rutinitas: 

Mandi? 
Bersihin kamar? 
Kuliah? 
 Ya! Salah! 
Buka laptop dan browsing! Ayeee.

Membuka event wisata yang tersedia di kolom couch-surfing dan taraaaaattaa! tanggal 25 Juni 2011 ada Solo Batik Carnival yang populer dengan nama SBC dan ini adalah SBC keempat dan pertama kali diadakan di malam hari dan kali pertama buat-ku.




 Ini kisahnya, 19.00 WIB;

Setelah parkir mobil di stasiun Purwosari aku bersama dua kawanku nonot, aji dan adikku enceng, berjalan  menuju garis start dan panggung tempat tamu undangan berada. Pawai ini akan berjalan hingga bundaran gladak atau patung Slamet Riyadi.

Jalan Slamet Riyadi adalah jalan utama  dan merupakan pusat aktivitas paling produktif di kota ini, karena di tempat inilah banyak berdiri mall, toko-toko elektronik, dan pusat wisata kuliner.  Sepanjang 6km telah dipasang delapan panggung VIP beserta sorot lampu meriah untuk ikut serta menari-nari meramaikan pawai batik yang mengangkat tema "Keajaiban Legenda".




Informasi dan fakta yang aku dapat, para partisipan dalam acara ini berasal dari semua kalangan baik profesi maupun umur, dan yang membuat aku terkagum selain para model yang cantik-cantik adalah bahwa tujuh ratus partisipan dari rakyat Solo yang ingin mengikuti pawai dengan menjadi model, ternyata membiayai sendiri busana batiknya (biaya mandiri) dan sebelumnya mereka diberi pelatihan selama empat bulan. wooow mantap!


Kira-kira ada dua jam aku berdiri menyaksikan ratusan model berjalan seliweran menyejukkan mata dengan busananya yang indah dan menarik terutama saat Putri Indonesia dengan menaiki andong menyapa kami dengan senyum manisnya. Rasanya seperti terbang ke langit ketujuh, menembus rasi bintang berlapis-lapis dan terjun bersama paus akrobatik. Berlebihan! Karena faktanya dengan tubuhku yang kecil ini, terlebih dahulu aku harus bersusah payah melompat, menyusup, menerobos, menggiring, menendang dan goooll, kerumunan orang untuk sekedar mengambil foto para model. 

Oh iya! aku lupa memberitahu satu hal. Para partisipan yang sebagian besar adalah perempuan ini sudah di setting untuk bersahabat dengan wisatawan atau fotografer. Artinya, ketika kita hendak meminta foto bersama dengan mereka, maka dengan senang hati mereka menerimanya.
 


26 Juni, 01.00 WIB

Dan malamku di Solo ditutup dengan menikmati kuliner di Jajanan Malam GLB (dibaca: Gladak Langgen Bogan Solo) semacam food court dengan penampilan yang berbeda dan wajib dikunjungi.


Aku bermalam di mobil yang telah aku parkir di stasiun Balapan. Melentangkan tubuh di bagasi mobil sembari mendengarkan lagu bengawan solo yang di bawakan musisi lengendaris Alm. Gersang.



Minggu pagi;


Tepat pukul 5 pagi aku telah terbangun dari tidurku, setelah sedikit melakukan gerakan-gerakan kecil, aku menuju toilet umum untuk membilas wajah dan bersiap kembali menjelanjah kota solo.


Perjalanan pagi ini aku mulai dengan mengendarai mobil mengelilingi tiap sudut kota dan singgah di jalan  Slamet Riyadi, jalan protokol yang semalam menjadi pusat hiburan menarik sekarang berubah menjadi pusat interaksi sosial yang nyaman dan menyehatkan bagi warga kota Solo. Ternyata pagi ini sedang diadakan CFD alias Car Free Day. Banyak orang bersepeda santai, berjalan-jalan, senam masal, bermain voli, tenis meja, badminton yang semuanya menggunakan lapangan berukuran mini dan pedagang tidak ketinggalan untuk ikut meramaikan CFD ini.






Dengan slogan: The Spirit of Java, Negeri Kasunanan telah berbenah hingga menjadi daya tarik baru wisatawan untuk datang ke Indonesia, keseriusan  dalam memajukan pariwisata tanpa meninggalkan  unsur budaya jawa patut kita apresiasi.



Lihat Kumpulan Foto SBC 2011: http://on.fb.me/qkJM0P


Minggu, 12 Juni 2011

Exotic Pulau Sempu

1 Juni 2011, 21.00 WIB;


Ransel sudah melekat dipunggungku, sudah satu jam aku berdiri disini, menunggu bis antar provinsi untuk membawaku ke suatu tempat di malang selatan. Setelah sekian lama menunggu akhirnya bis itu tiba juga, perawakannya besar dan tinggi dilapisi jubah berwarna biru dengan tulisan "Sumber Kencono" berwarna putih akan melaju selama enam jam untuk tiba di terminal kota jombang.



2 Juni 2011, 03.45 WIB;

Ini adalah salah satu transportasi yang paling tepat waktu kalau masalah jam keberangkatan dan kedatangan, tidak perlu aku jabarkan kenapa, karena sepertinya kau sudah tau dan cerita ini sudah cukup melegenda kan?

Suara Muadzin mengumandangkan panggilan doa bagi umat muslim menandai bahwa aku telah tiba di terminal kota jombang, untuk kemudian menaiki bis antar kota menuju kota malang.


20 orang!!

Sudah sering aku katakan, bahwa ketika melakukan perjalanan akan membuat dirimu mengenali wajah baru dengan budayanya, bahasa dan logat berbicara yang asing ditelinga, dan kejadian-kejadian unik yang mungkin belum pernah kau temui dan rasakan sebelumnya. Sudah dua kali aku berpindah angkot untuk mencapai pasar turen, ini merupakan angkot ketiga yang akan membawaku ke pelabuhan nelayan sendang biru. Setelah makan siang di warung, ternyata angkot kecil itu masih menunggu. Ya! ternyata angkot tua berukuran kecil ini akan lepas landas jika kabinnya sudah penuh sesak, 20 orang dalam angkot yang wajarnya berisi delapan orang dan dua jam kunikmati perjalanan untuk sampai pelabuhan nelayan sendang biru.

Pelabuhan Nelayan Sendang Biru;

Sendang Biru
Puluhan kapal berwarna mayoritas biru duduk manis dipinggir pantai, dengan menaikinyalah aku bisa sampai di pulau semut. Kira-kira tiga puluh menit perjalanan untuk sampai kesana, pulau semut adalah tempat awal kakiku harus melangkah membelah hutan tropis untuk sampai ke surga tersembunyi.





Penghuni asli hutan tropis;

Pulau Semut
Ini benar-benar perjalanan yang sangat luar biasa melelahkan, tidak bermaksud berlebihan tetapi itulah yang aku rasakan, dengan membawa tas ransel aku benar-benar kewalahan menghadapi lembabnya udara, track yang lincin dan berlumpur karena hujan deras mengguyur hutan ini semalaman, alhasil empat sampai lima kali aku harus beristirahat sebelum mencapai tujuan, dan bersamaan dengan itu pula kera-kera bergelantungan di akar pohon, berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon lain sembari mentertawakan kelelahan dan tubuhku yang penuh dengan lumpur.




Surga Tersembunyi! 
Tak Terbantahkan Keindahannya!

Sudah lima jam aku membelah hutan tropis, fisik dan mental benar-benar terkuras, baju, celana, dan wajah penuh dengan lumpur dan keringat. Aku masih belum tau seberapa jauh lagi aku harus melangkah. 






Dan ini benar-benar setimpa dengan usaha yang harus kulakukan, suara hati benar-benar membawaku ke suatu karya cipta Tuhan yang sangat indah, satu dari sekian banyak surga tersembunyi yang dimiliki Negeri Pertiwi! Putih pasir, biru air, hijaunya pepohonan, tingginya tebing yang melingkarinya, sungguh tak terbantahkan keindahannya!

Aku masih bermain-main dengan kegembiraanku, kegenbiraan akan keindahan pulau ini. Aku tidur terlentang dengan pasir pantai sebagai alasanya dan kubiarkan tubuh basah oleh air laut. Akan banyak waktu untuk menikmati pulau ini, dan tak akan kubiarkan waktu lewat begitu saja. Setelah selesai memasang tenda untuk bermalam, aku melepas baju dan kembali meyeburkan diri kedalam air, sungguh kunikmati situasi ini!






18.00 WIB;

Kulihat ratusan kalelawar keluar menjelajahi malam. Api unggun-pun telah menyala, hangatnya seakan menyelimuti dingin malam ini dan bintang-bintang ikut bernyanyi bersamaku, layaknya orkestra kami memecah heningnya malam hingga pagi menjelang.

3 Juni 2011;

Disini semua berbeda, banyak hal yang tidak akan kau temukan di tempat lain. Salah satunya ketika pagi menguasai malam. Aku terbangun dari tidur, saat keluar dari tenda, mataku dengan jelas memandang sebuah sebuah mata berwarna kekuningan yang dengan yakin memancarkan sinarnya, matahari tampak begitu cerah disini, melompat-lompat diantara hijaunya pepohonan. Untuk menikmatinya lebih jelas, aku menaiki bukit dan benar saja, aku melihat cahaya indah terpancar dilangit, melebur dengan birunya awan saat itu, belum lagi pemandangan lansekap pulau sempu dari atas dan mata bebas tak terbatas melihat laut lepas samudra hindia.

Dua hari satu malam aku berada disini, tapi kudapatkan 1001 pengalaman yang akan terukir di mozaik kehidupanku. Tenda sudah aku kemas, ransel sudah kembali melekat dipunggung, sampah sudah kubakar dan setelah itu aku kembali membelah hutan tropis, kembali dengan semangat baru dan bersiap melakukan perjalanan darat ke kota malang.






Malam di kota malang

Aku menginap di losmen daerah songgoriti, malang. Setelah meletakkan ransel di kamar, aku menaiki mobil yang aku sewa dari penduduk lokal dan berjalan mengelilingi kota malang. Aku menyempatkan bermain di BNS, sebenarnya ada banyak tempat wisata menarik di kota ini, sebut saja: Jatim Park 1, Jatim Park 2, Selecta, wisata batu malang, dan banyak lagi. Perjalanan malam ini kututup dengan berkunjung di alun-alun kota terbaik yang pernah kulihat. Alun-alun yang dilengkapi dengan taman bunga, lampion, permainan anak-anak, berbagai macam warna lampu dan putaran bianglala yang menambah pesona alun-alun ini dan ini sekaligus menutup kisah backpackerku di Pulau Sempu dan Malang.

4 Juni 2011

Perjalanan kembali ke Jogja. 





Kapal menjeput kami
Exotix Pulau Sempu













Ini kami, teman perjalananku, dan tulisan ini kupersembahkan untuk kalian: 
nonot, aji, adit, rizky (sahabat belitung)