Jumat, 01 Februari 2013

Sang Torayan



 

Hi Travelers ! Rindu mengorak, menarik hati serentak.. hey.. hey.. siapa dia.. Wajah sembunyi di balik payung fantasi.. hey.. hey.. siapa dia! *Plak! *Stres!
 
Jadi begini, di bulan Januari tahun 2013, bisa-bisanya hampir dalam jangka waktu satu minggu, saya melihat 4 acara di TV nasional bertemakan jalan-jalan yang meliput tentang keindahan alam dan kebudayaan Tana Toraja. Yaa.. liputannya nggak jauh beda satu dengan yang lain, berkutat tentang wisata pemakaman, tedong bonga yang mahalnya puluhan juta itu, dan upacara adat kematiannya. 
 
Kalau kalian baca cerita perjalanan tentang Tana Toraja pasti sebagian besar bercerita tentang hal yang sama. Dan nggak ada yang salah dengan hal tersebut, karena memang itulah ikon dari Tana Toraja, Negeri Orang Mati yang Hidup.
 
Nah untuk kali ini, saya akan berbagi cerita tentang Tana Toraja yang tentunya berbeda dari yang lain, dan sepertinya belum pernah dibahas di acara jalan-jalan yang ada di TV. 
 
Oke, langsung kita mulai saja.. 
 
Kalau kalian lihat acara Explore Indonesia Kompas TV dan Ring on Fire Metro TV pada episode Tana Toraja. Ada bagian dimana terdengar suara-suara khas dan unik yang berasal dari penduduk asli suku Toraja. Suara panjang dan melengking yang diteriakkan ketika mereka mengarak peti mati atau ketika menyambut tamu. Teriakkan itu dikenal dengan nama Meoli, teriakkan yang begitu identik dengan Sang Torayan dimanapun mereka berada. 

Beberapa orang saling berteriak. Suaranya sangat keras, ada tekanan di awal dan pekikkan panjang di akhir. Pada kondisi tertentu Meoli diartikan sebagai sapaan seperti halo atau apa kabar untuk menyambut kerabat yang datang berkunjung ke rumah keluarga atau kerabatnya, biasanya meneriakkan Meoli diiringi kata ''Manasu moraka !'' setelah akhir teriakkan. 
 
Apa itu Manasu moraka? Dalam bahasa Indonesia artinya, ''Sudah masak belum ?!'' Ini bukan berarti orang Toraja itu rakus-rakus ya.. hahaha. Manasu moraka memilki arti dan makna yang luas dan dalam. Masyarakat toraja mempunyai prinsip hidup bahwa dengan duduk dan makan bersama merupakan salah satu cara untuk berbagi kerinduan dan mengakrabkan diri dengan sesama, tidak terkecuali mereka yang bukan anggota keluarga. Nenek moyang mereka telah mengajarkan nilai berbagi terhadap sesama, ''Bahwa sesamu manusia tidak akan lebih banyak dari butiran nasi yang kita miliki.''
 
Nah, semoga semangat berbagi ini dapat kita terapkan juga dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi manusia untuk manusia lainnya. Dan berikut ini saya sertakan sebuah video tarian khas Tana Toraja bernama Pa' Gellu. Pada jaman dulu tarian ini hanya di tarikan setelah panen usai. Sebagian orang menumbuk padi di lesung dan perempuan-perempuan akan menari sebagai tanda syukur kepada Tuhan. Namun sekarang tarian ini juga di tarikan saat acara atau pesta yang diselenggarakan oleh masyrakat Toraja, tak terkecuali bagi mereka yang berada di peratauan sebagai pengobat rindu. Tarian ini berlangsung cukup lama, namun tidak terasa lelah karena mereka melakukannya dengan semangat, penuh suasana keakraban dan ceria. 

Coba dengarkan teriak-teriakkan yang terdengar ketika tarian ini berlangsung - Hangat.





 Pa' Gellu  #1






Pa' Gellu #2






Pa' Gellu #3






Tidak ada komentar:

Posting Komentar