Rabu, 13 Februari 2013

Hi, Garut !




''Lurus kesana, nanti belok kiri, ke kanan, terus naik terus keatas.''

''Oke kang, terimakasih.'' Balas saya, sembari turun dari angkot dan memberikan uang tiga ribu rupiah. 

Beberapa saat kemudian, satu.. dua.. tiga.. empat orang mengerubungi saya, dengan alis yang di naik-turunkan dan senyum yang sangat menggelikan, mereka senada menawarkan kamar plus wanita di dalamnya. ''Kamarnya 30 ribu per 3 jam cep. Ceweknya cantik.'' Kata salah seorang dari mereka. Dengan menyatukan kedua tangan tanda menolak saya pun bergegas meninggalkan mereka. Namun, semakin melangkah ke arah yang dimaksud supir angkot, semakin banyak pula saya menemukan hotel kelas melati, germo, dan beberapa wanita cantik berdandan menor duduk di depan hotel-hotel itu.

Ketika saya duduk di warung yang terletak di sudut lorong, tiba-tiba saya melihat ibu-ibu muda menggendong anaknya duduk di samping saya. Glek !! Ibu itu sedang menyusui tanpa menutupi bagian itunya, jelas banget kelihatan itunya !! huaa.. seger !! Eh.. hihihi.

''Mau kemana a?'' kata ibu muda itu.

''Sebenarnya, mau ke pemandian air panas, tapi disini nggak ada yang bentuk kolam ya? Yang nggak di dalam ruangan gitu.''

''Ada kok, masih jalan lagi ke atas. Saya panggilkan teman saya dulu ya.''

Dan ibu muda tadi memanggil temannya, dan kemudian meninggalkan kami berdua untuk saling berbincang. Betapa beruntungnya saya saat itu, dari sebuah obrolan singkat, pemuda itu menawarkan agar saya menginap di rumahnya saja. 



 ''Satu.. Dua.. Tiga.. Empat.. Lima.. Enam.. Tujuh, eh enam. Anak ke enam dari tujuh bersaudara.''Katanya sembari tertawa.



Namanya mas Dede, umurnya masih 18 tahun, dan dia sudah tidak lagi melanjutkan sekolah sejak lulus dari bangku SMP. Terpancar dari kedua matanya, keinginan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi, namun sayang, keadaan ekonomi yang membuat dia harus berhenti. Kedua orang tuanya tidak mempunyai pekerjaan tetap, harus menghidupi tujuh anak, dan sembilan cucu, karenanya mas Dede lebih memilih bekerja agar saudara-saudaranya bisa tetap bersekolah.

Mas Dede bekerja sebagai kuli bangunan, dimana ada proyek pasti ada dia. Beruntung saat ini di Garut akan dibangun banyak hotel-hotel berbintang, tapi entah bagaimana setelah tidak ada lagi pembangunan. "Saya harus bersemangat dan yakin kalau suatu saat hidup saya akan jauh lebih baik. Dan saya selalu bahagia ketika memberikan gaji saya kepada ibu. Senang sekali rasanya.'' Kemudian mas Dede mengajak saya ke atas atap rumah, kami pun kembali berbagi cerita, kisahnya memberi arti akan semangat hiudp yang sebenarnya, meski terkadang kenyataan tak selalu sama dengan harapan.

Menjelang malam, setelah saya mandi di sebuah kolam pemandian air panas, saya bertemu dengan kedua orang tua mas Dede. Mereka sangat ramah dan baik kepada saya, membuat saya seperti berada di rumah sendiri. Belum lagi cucu bapak Lilik dan ibu Nunung yang sangat banyak dan masih kecil-kecil, menjadikan malam pertama di Garut terasa begitu hangat. 


Perkampungan ini terletak di kaki gunung di daerah Cipanas, ketika musim kemarau suhunya bisa mencapai 10 derajat celcius. Seperti biasa saya selalu mudah bangun pagi dari pada harus tidur laut malam, pagi memberikan banyak kesempatan untuk melihat yang sebelumnya disembunyikan oleh malam. Melihat indahnya pegunungan yang mengapit desa ini, melihat aktifitas penduduk desa, mulai dari mencuci baju, memasak, anak-anak yang berangkat ke sekolah, dan.. mandi masal !!

Sempat terlintas di pikiran saya untuk tidak mandi di kamar mandi umum ini. Sebuah kamar mandi yang berukuran dua kali lima meter dengan 6 pancuran air panas yang saling berdekatan dan satu buah kamar mandi ala kadarnya untuk buang air besar. Kamar mandi ini digunakan oleh hampir seluruh penduduk kampung. Dalam suatu waktu rata-rata ada 11 laki-laki, 6 orang mandi tanpa busana, dan sisanya menunggu beberapa centi meter saja di belakang yang mandi. Huaaa malunya !! 

Mending kalau mandi di sungai, kita bisa mengambil jarak ketika mandi, nah ini.. jarak antar pancuran kira-kira cuma 10 cm! Kamar mandi yang digunakan untuk buang air besar juga cuma satu. Pintunya setinggi 50 cm, kalau mau tahu ada yang pakai atau enggak dengan cara menengok ke dalam. Tempat pembuangannya bukan dari closet pada umumnya, bentuknya memanjang dengan lebar 10 cm, harus pas ngarahinnya! 

Timba? Nggak ada timba disana. Sampai tiga kali saya berusaha menampung air di kedua tangan, jarak pancuran dengan tempat saya beol cukup jauh sehingga air selalu lolos dari celah-celah tangan sebelum sampai ke pantat. Putus asa, saya pun melangkah ke arah pancuran, menempelkan pantat saya ke air mancur itu dan.. Sial !!! Panas !!! Burit tersiram air mendidih !!! Dan teriakkan kepanasan menjadi bahan tertawaan orang-orang. :)
 



Ya! Tidak ada alasan bagi saya untuk menolak, mengeluh, atau marah dengan kondisi ini. Mereka saja bisa menerima, apalagi saya yang datang sebagai tamu. Nikmati saja, itu kuncinya. 

Sama halnya ketika saya bermain dengan cucu pak Lilik, sebagian besar anak-anak di kampung ini tidak cakap berbahasa Indonesia sebelum duduk di bangku kelas 3 SD. Cucu pak Lilik yang masih kecil-kecil selalu menyambut saya ketika pulang dari jalan-jalan, mereka sangat bersemangat mengajak saya bermain kelereng atau menceritakan kejadian unik di sekolah, saking semangatnya mereka tak memperdulikan bahwa bahasa sunda yang mereka pakai sama sekali tak saya pahami, alhasil saya hanya bisa mengiyakan, kadang tepat, namun kadang juga tidak tepat.

Pernah suatu ketika saya sedang berkumpul dengan seluruh keluarga pak Lilik, tiba-tiba cucunya menghampiri dan mengajak saya berenang, saya pun mengiyakan, mereka senang dan berlari keluar rumah, tetapi saya sama sekali tidak beranjak dari ruang tamu. Beberapa saat kemudian mereka kembali dan marah-marah khas anak kecil kepada saya. Kemudian tawa pun pecah diantara kami.

Malamnya ketika hendak tidur, saya kembali dikejutkan dengan kejadian yang tak pernah saya duga sebelumnya. Ternyata Pak Lilik adalah orang hebat di kampung ini, beliau sering kedatangan tamu untuk meminta kesembuhan, kesuksesan, kelancaran dalam berbisnis dan sebagainya. Nah, saat itu datang seorang pemuda yang sakit karena ilmu hitam yang dimilikinya, pak Lilik pun memanjatkan doa-doa dan membaca ayat-ayat, yang bikin heboh mereka berdua sama-sama kesurupan, syukurlah pak Lilik berhasil menyembuhkan anak muda tersebut. Keren !






Opa dan Doni (Saudara Mas Dede)
Tidak ada alasan bagi saya untuk menolak, mengeluh, atau marah dengan kondisi ini. Mereka saja menerima, apalagi saya yang datang sebagai tamu. - Hi Travelers !






6 komentar:

  1. Inilah rasa 'journey' sesungguhnya...
    Nice post kawan :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih banyak mas.

      terimakasih juga sudah berkunjung. salam ransel :)

      Hapus
  2. Hehe.. awal postingannya bikin geli.. nggak mampir aja Gan ?? aji mumpung gituuuu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha maunya sih mas, tapi nggak ada duit :( *lhoooo !

      terimakasih banyak sudah berkunjung mas, salam ransel.

      Hapus
  3. Pengalaman yang mengesankan.....

    BalasHapus