Pikir saya, pasti akan dapat tempat duduk.
Terlihat dari kejauhan angkot sepi oleh penumpang, dengan santainya saya
berjalan mendekati arah angkot hingga tiba-tiba... Gruduk !! Puluhan anak kecil
berlarian ke arah saya, ada yang tidak sengaja menyenggol, ada juga yang sengaja
menghindari saya, mereka semua berebut naik, dan angkot yang tadinya sepi
langsung penuh dalam sekejap !!
Begitulah pagi disini, ketika anak-anak akan
berangkat ke sekolah, angkot-angkot di Garut berubah menjadi mobil antar jemput
sekolah dadakan. Jadi jangan pernah berharap bisa duduk di dalam angkot tanpa
harus berdesak-desakan. Tapi beda cerita ketika jam masuk sekolah telah lewat,
angkot yang tadinya ramai oleh anak sekolahan digantikan oleh penumpang dari
berbagai macam usia yang selalu di dominasi oleh perempuan !
Awalnya saya tidak merasa aneh dengan hal
ini, namun karena selama di Garut keseringan naik angkot, saya mulai menyadari
ada sesuatu yang unik disini. Tidak hanya sekali dua kali saya selalu berada
diantara penumpang perempuan, jarang saya temui penumpang pria naik angkot,
apalagi anak mudanya, hampir nggak pernah. Nah, kata mas Dede kejadian seperti
ini sudah lumrah di Garut, ''Laki-laki jarang naik angkot, gengsi, kalau bisa
ya naik motor, yang knalpotnya berisik itu.'' Katanya.
Mungkin itu salah satu alasannya, biarlah,
seenggaknya saya nyaman banget dengan kondisi ini. Udara di Garut yang sejuk,
lalu lintas yang nggak terlalu padat, dan yang terpenting saya selalu berada di
antara penumpang cantik selama naik angkot. Horas bah !!
Selain penumpang yang cantik-cantik, armada
angkot disini juga banyak dan menjangkau hampir seluruh tempat wisata. Tujuan
pertama saya di Garut adalah berkunjung ke Situ Bagendit. Sebuah danau dengan
legendanya yang tersohor itu, begini kisahnya..
Alkisah hiduplah seorang Nyai yang kaya raya.
Punya banyak uang, banyak mobil, gadget holic, sophaholic, rambut belah tengah,
followernya pun buanyak, tajir dan terkenal deh pokoknya. Hingga suatu ketika
datanglah seorang pengemis kerumahnya.
''Nyai, bagi duit dong.''
''Muke gile, duit dari hongkong?!''
''Endit amat dah, gopek doang, belum makan
nih seharian.''
''Nggak ada duit, pergi! pergi!''
''Ah yang boneng? Yaudah deh, ijin tancepin
lidi di halaman rumah Nyai ya? Ini lidi kalau dicabut bakal keluar air bah lho,
cobain deh.''
Dan sebatang lidi tertancap di halaman rumah
Nyai. Karena penasaran dengan perkataan pengemis, si Nyai yang endit itu mencoba
mencabut lidi tersebut. Setelah lidi tercabut, tiba-tiba air keluar dari tanah,
semakin lama semakin deras, kemudian mulai membanjiri halaman rumah dan ladang
gandum, hingga jadilah Coco Cruch !! Oke sip, itulah asal-usul Coco Cruch versi
Garut.
Sehabis dari Situ Bagendit saya menuju ke Situ
Cangkuang. Tempat wisata ini cukup terkenal karena diseberang danau terdapat sebuah
kampung adat yang bernama Kampung Pulo. Diberi nama Kampung Pulo karena, konon
dulunya kampung ini memang berada di tengah danau layaknya sebuah pulau, tidak
terhubung daratan seperti sekarang.
Kampung ini unik, karena hanya berdiri tujuh
bangunan saja dan tidak boleh di tambah. 6 rumah dan 1 masjid, yang melambangkan
tujuh anak (enam perempuan dan satu pria) dari Arif Muhammad. Beliau adalah
penyebar agama Islam di Garut dan panglima perang kerajaan Mataram. Sayang,
akses menuju ke kampung Pulo nggak bisa dibilang bagus, jalananya rusak !!
Tipikal tempat wisata di Indonesia kan?
Transportasi yang sulit atau ala kadarnya, jalanan rusak dan informasi bagi
wisatawan yang kurang memadai. Padahal potensi wisata di Garut nggak bisa di
pandang sebelah mata. Suasananya yang masih alami, kebudayaan yang masih
terjaga, tempat wisata alam yang sangat indah: mulai dari danau, kawah, pantai
hingga pegunungan, belum lagi masyarakatnya yang ramah. Sayang banget deh kalau
nggak dikembangkan dan dijaga !!
Papandayan misalnya, jangan bayangin jalanan
kesana kayak jalanan pegunungan yang ada di gambar anak-anak TK. Sepanjang
jalan aspalnya sudah belobang semua dan besar-besar banget !! Bisa kali tuh
lobang buat ternak lele !! Huh !!
Waktu itu saya ke papandayan bersama mas
Herry, kakak mas Dede, kami sampai nggak tega lihat motor yang kami tumpangi
menerjang kejamnya jalanan. Untunglah saat itu, ada seseorang yang berbaik hati
mengantar saya ke pintu masuk objek wisata. Dengan licah dan gesit motor jenis
trail ini melaju, meski akhirnya pantat saya sakit dibuatnya. Bagaimana nggak
sakit, motor trail ini digunakan untuk mengangkut hasil perkebunan, sehingga
jok bagian belakang dilepas hingga tersisa besinya saja, pantat terasa
nyut-nyutan !!
Dan papandayan itu keren banget !!! Salah
satu sisi gunung berwana hijau karena ditumbuhi berbagai macam tumbuhan
termasuk bunga edelweiss, sisi lainnya merupakan deretan batuan yang enggak
ditumbuhi tanaman, terdapat kawah yang senantiasa menyemburkan uap, dan aliran
air yang seolah-olah membelah pegunungan ini. Serius, cantik banget !
Lesson
from the road :
- Saat musim kemarau pada malam hari suhu di Garut bisa mencapai 10 derajat celcius.
- Saat musim hujan, pagi hari adalah waktu yang tepat untuk jalan-jalan, karena biasanya Garut akan di guyur hujan setelah jam 12 siang.
- Jika tidak berencana mendirikan tenda di gunung Papandayan, datanglah ketika pagi dan pulang sebelum jam 12 siang, karena kabut akan turun membatasi jarak pandang.
- Siapkan uang seribuan, karena sangat mempermudah ketika naik angkot.
How
to get there :
- Terminal di Garut : Terminal Guntur.
Galeri Video :
Foto yang baik adalah ketika suatu saat kembali melihat, lantas terbawa ingatan akan kenangan di dalamnya. - Hi Travelers !