"Mau kemana nih
bro?"
"Belum tau e,
masih belum cetho."
"Derek, where
will we go next?"
"Duh, ora
ngerti e, ora cetho ini." *Padahal Derek bule, oke sip !
"Nah, kita ke
Cetho aja kalau gitu !"
Jadilah
hari ini kami melakukan perjalanan ke candi Cetho. Kurang lebih dua jam dari
kota Solo, terletak di dataran tinggi Karanganyar. Bisa dibilang candi ini
memang tidak sepopuler kawasan wisata Tawangmangu atau air terjun Gerojokan
Sewu. Letaknya yang cukup jauh, dengan jalan berliku khas pegunungan membuat
kawasan ini hanya dikunjungi oleh wisatawan minat khusus saja. Sembari
membayangkan jauhnya perjalan yang kami tempuh dari kota Jogja, saya akan
perkenalkan terlebih dahulu salah satu teman perjalanan kami, yaitu Derek
Freal.
Misi Pak, kami mau foto pak ... (candi Cetho) |
Tak
heran kalau Derek bisa mengucap beberapa kata dalam bahasa Indonesia, terutama
kalau disuruh pesan makanan. Salah satu yang membuat saya kagum dengan dia,
adalah pengalamannya melakukan perjalan dari Jogja ke Surabaya menggunakan
sepeda motor seorang diri.
"I did not
use GPS, just looked at map and met scouts. I just followed local drivers when
I met traffic signs. Indonesian drivers are so crazy, yellow means fast! But I
am enjoy herre." Dan sontak kami tertawa dengan perkataannya, antara
mengiyakan dan malu.
Kalau
teman-teman #HiTravelers ! mau mengenal dia, silahken follow twitternya di
@Derek_4Real. Dalam kicauannya dia banyak memberikan informasi menarik tentang
dunia traveling, atau kalau mau follow @GeorgeGuling juga boleh, iya boleh,
apalagi kalau sekalian beli bulu "Hi Travelers !" boleh banget
!!!
dahulu
salah satu teman perjalanan kami, yaitu Derek Freal.
Sudah mengudara dan bisa dibeli di toko buku. |
Derek
Freal ini seorang backpacker yang tipenya sama kayak saya, kami sama-sama suka
daerah pegunungan dari pada pantai. "In Mountain you can see many
things, different with beach. You just see waves." Buat yang hobi ke
pantai jangan kesinggung ya, ini cuma opini aja, hehe. Tapi beneran kami memang
nemuin banyak hal ketika nglakuin perjalanan ini, mulai dari yang udah di duga
sampai yang nggak kami duga sebelumnya, so, enjoy reading our jouney ya..
Terletak
di kaki gunung Lawu dengan ketinggian 1496 meter diatas permukaan laut, candi
Cetho merupkan candi Hindu yang masih digunakan oleh masyarakat sekitar. Ketika
memasuki kawasan candi kami melihat batu berukuran sangat besar berbentuk
Phallus dan Vagi - nah. Dari informasi yang saya dapat, bentuk tersebut sebagai
lambang penciptaan dalam hal ini kelahiran kembali setelah di bebaskan dari
kutukan. Itulah mengapa candi Cetho ini memiliki fungsi utama sebagai tempat
peruwatan pembebasan diri dari kutukan.
Candi
yang di bangun pada tahun 1475 masehi ini sangat artistik dengan pemandangan
sekitarnya yang luar biasa indah. Di pintu masuknya terdapat dua buah bangunan
menjulang tinggi dengan gagahnya. Setelah menitih anak tangga menuju gerbang
tersebut, tampak dari kejauhan bangunan utama candi dengan halaman yang luas.
Jalan setapak halaman candi seakan permadi yang di bentangkan dan berunjung di
singgasana Ratu. Kalau boleh saya andaikan, bangunan utama candi
berbentuk piramid itulah singgasana tersebut. Tidak terlalu besar memang, namun
begitu memikat. Buat saya, ini adalah kali pertama melihat secara langsung
candi berbentuk piramid. Berbeda dengan candi Hindu pada umumnya bukan?
Tidak
hanya di candi Cetho saja yang memiliki bangunan utama berbentuk piramid, hal
serupa juga kami temui di candi Sukuh. Letaknya tidak terlalu jauh dengan candi
Cetho, perjalanan semakin tak terasa karena kami menuruni jalanan berliku
dengan hamparan kebun teh di sisi kanan dan kiri jalan. Dan sempat kami singgah
untuk mengabadikannya dalam beberapa jepretan.
Candi
Sukuh terletak di ketinggian 960 meter diatas permukaan laut. Lebih rendah dari
candi Centho memang tapi sama-sama mempunyai kemungkinan tertutup kabut ketika
menjelang sore, bahkan tengah hari sekalipun. Beruntung saat kami kesana, kabut
belum turun sehingga ada banyak waktu untuk menikmatinya.
Seperti
yang saya bilang tadi, bangunan utama candi Sukuh memiliki kesamaan dengan
candi Cetho, daaaaan.. bangunan budaya suku Maya, di India, serta bangunan
budaya Chitzen Itza di Peru. Nggak percaya? Oke saya jabarkan satu-satu
yaa.
Candi
Sukuh dikenal sebagai candi yang menjelaskan tentang kesuburan dan seni
bercinta, many statues and relief which were symbol of sex, hal ini
hampir sama dengan buku Kamasutra. Dan ternyata, disebuah perpustakaan di
Berlin, Jerman, ada buku yang mengambarkan relief awal candi Sukuh secara
lengkap, namun sayangnya nasibnya sama dengan buku Kamasutra, kedua buku tentang
seni bercinta itu dianggap tabu oleh pemerintah Indonesia sehingga tidak
diijinkan untuk dipublikasikan. Huft !
Bangunan
utama candi yang berbentuk piramid serupa dengan bangunan budaya suku maya di
amerika tengah dan chichen itza di peru. Jadi apakah candi-candi yang
memiliki jarak jutaan kilometer jauhnya ini saling berhubungan? Hmmm.. ya..
yaa.. bisa jadi.. bisa jadi.. !!
Itu
tadi beberapa kesamaannya, nah ada juga nih keunikannya, kalau tadi di candi
Cetho lihat lambang Pallus dan Vagi - nah segede gaban, di candi Sukuh bentuk
semacam itu berhamburan! hahaha, secara candi ini menjadi simbol kesuburan dan
seni bercinta jadi ya nggak heran banyak gitunya. Dan ada juga bagian candi
yang konon di pakai buat ngetes seorang wanita masih perawan atau enggak.
Caranya tinggal masuk ke dalam candi, nanti kalau saat melintasi bagian dalam
candi baju yang dipakai sobek atau bahkan sampai terluka tandanya udah nggak
perawan, tapi sayang kami nggak bisa nyoba, karena sekarang sudah di tutup
dengan pagar dan karena kami laki-laki semua! ngapain cobain begituan! Tapi
untuk yang ngetes keperawanan saya rasa itu cuma mitos aja, bagaimana mungkin
benda mati bisa nglakuin tes gituan, tidak masuk akal kan? apalagi jika
dikaitkan dengan dunia medis.
Mau coba masuk, sayang ditutup. |
Ngomong-ngomong
masalah nggak masuk akal, ada yang lebih nggak masuk akal lagi nih. saat lagi
asik-asiknya foto, saya denger suara berirama dangdut dari balik candi gitu.
Karena penasaran saya coba menulusuri suara-suara misterius tersebut, yaa kali
aja saya dapat kesempatan lihat dewi-dewi khayangan lagi pada dangdutan.
Dan
ternyata bener! Suara dangdut itu emang beneran ada, letaknya di hutan tepat di
belakang candi. Tapi bukan dewi-dewi khayangan sedang dangdutan, melaikan
puluhan mas-mas telanjang dada lagi ikutan lomba panjat pinang menyambut hari
kemerdekaan, hehehe. Jujur, ini baru kali pertama saya melihat lomba panjat
pinang, tak ayal saya ikutan man - jat. Enggak, saya nggak ikutan manjat, tapi
sibuk fotoin mas-mas ini beraksi. Bahu-membahu, gotong royong kerjasama buat
sampai puncak dengan diiringi alunan musik khas tanah air, dangdut! Semangat
mas!
Nggak
terasa udah lewat tengah hari, sekarang waktunya untuk mengisi perut. Go to
eat and keep exploring! Kita gas mobil menuju Tawangmangu. Mampir di rumah
makan pecel dan sop buntut Bu Ugi, ini semacam rumah makan enak dan legendaris
di Tawangmangu. Kalau kata Derek, "Sop buntunya maknyus!" It was a
delicious taste, bro! Dagingnya banyak dan nggak alot, trus kuahnya seger
banget seakan menghangatkan dinginnya Tawangmangu saat itu. Karena
pengunjungnya ramai banget jadi nggak usah pakai acara nongkrong segara yaa,
kalau mau nongrong ke Ndoro Dongker aja, bisa ngeteh sambil lihat perkebunan
teh gitu.
We
were full now! Then we would see a lake at Sarangan, ahay ! Jadi di kawasan
wisata Sarangan itu ada danau yang sangat luas dan berada di antara barisan
pegunungan. Setibanya disana langit biru telah perlahan berubah menjadi jingga.
Senja - ketika matahari mulai terbenam diiringi kabut yang perlahan turun
menyelimuti hutan pinus di seberang danau, indah banget pemandangannya.
Udaranya juga seger banget. We really enjoyed relaxing there. And this was
our last destination. It was a great trip and an unforgettable moment!
Senin Gembira ;
Sebuah perjalanan ke Candi Cetho,
Candi Sukuh, Tawangmangu dan Sarangan di Hari Senin.
Seperti candi-candi di Bali ya? |
Perkasa |
Wohoo ! |
Masturbasi (?) |